Konsistensi dalam Organisasi

18 Maret 2011. Konsistensi. Satu kata ini tak bisa dihilangkan ketika kita berorganisasi. Ya, berorganisasi amat membutuhkan konsistensi. Sesuatu yang sebetulnya tak sulit, hanya membutuhkan komitmen yang kuat yang harus ditanamkan pada diri tiap anggota. Apabila dalam diri tiap anggota suatu organisasi telah bisa ditanamkan komitmen yang kuat, konsistensi pun akan mengiring sepanjang masa bakti, bahkan setelah masa bakti habis.

Namun memang sangat sulit bagi seorang mahasiswa untuk dapat menjaga konsistensi dalam berorganisasi. Tugas utama seorang pelajar adalah belajar. Meski kata “belajar” disini tak selalu belajar dalam ruang perkuliahan, atau menghabiskan berjam-jam di perpustakaan untuk mencari bahan paper dan makalah, namun masyarakat kita dan juga sebagian besar dosen masih beranggapan bahwa belajar yang dimaksudkan disini adalah belajar secara akademis saja. Tak heran apabila banyak mahasiswa sekarang hanya berorientasi pada angka dalam KHSnya, dan tak sedikit pula yang mendewakannya, menghalalkan segala cara agar dapat memperoleh yang (dianggap) terbaik.

Masalah itulah yang saat ini sering dijadikan kendala oleh mahasiswa untuk tidak konsisten dalam berorganisasi. Menurunnya jumlah aktivis mahasiswa dari tahun ke tahun menjadi akibatnya juga. Tentunya hal ini sangat memprihatinkan, mengingat bahwa mahasiswa merupakan agent of change, social control dan iron stock. Sikap apatis mahasiswa sekarang seolah telah menjadi hal biasa.

Sebenarnya apakah yang menjadi penyebab utamanya? Dapat dikemukakan berbagai macam alasan mengapa tingkat perhatian mahasiswa terhadap masalah-masalah di sekitarnya menurun. Sistem, salah satunya. Sistem yang digunakan saat ini banyak yang tak berpihak pada kegiatan-kegiatan non akademis karena dianggap kurang penting. Kegiatan mahasiswa banyak yang kurang mendapat apresiasi dari institusi, menyebabkan mahasiswa berpikir bahwa mengadakan kegiatan-kegiatan seperti itu tak akan ada gunanya. Seperti penghapusan beasiswa aktivis juga menjadi tanda bahwa semakin berkurangnya penghargaan terhadap para aktivis mahasiswa (tak menampik kenyataan bahwa banyak terdapat mahasiswa yang sebenarnya ingin aktif dalam berorganisasi namun memiliki masalah finansial yang mengharuskannya bekerja sampingan ketimbang berorganisasi).

Peran dosen sebagai orangtua mahasiswa di kampus juga tak dapat dilepaskan dari masalah ini. Sebagian dosen sekarang hanya memandang sebelah mata terhadap organisasi kemahasiswaan, atau bahkan tak memandangnya sama sekali. Tak jarang pula dosen yang (secara langsung maupun tak langsung) mendoktrin mahasiswanya untuk menjadi market oriented — hanya berorientasi pada kebutuhan pasar semata (hal ini juga menyebabkan minat mahasiswa terhadap kewirausahaan rendah).

Dua alasan diatas merupakan faktor eksternal yang menyebabkan mahasiswa enggan berorganisasi. Terdapat pula faktor internal, yaitu kemauan dalam diri mahasiswa itu sendiri. Menjadi aktivis nan kritis terhadap berbagai persoalan adalah salah satu bentuk protes atas ketidaknyamanan yang dirasakan oleh mahasiswa. Apabila dirasa keadaannya sudah baik (bagi dirinya), mahasiswa merasa tak ada lagi yang perlu diubah. Meski alasan yang satu ini tak terlalu kuat, tak dipungkiri hal ini juga turut mempengaruhi.

Dari hal-hal seperti itulah yang menyebabkan mahasiswa sulit untuk menjaga konsistensi dalam berorganisasi. Tentu akan sangat menjadi beban bagi ketua organisasi tersebut apabila sebagian besar anggotanya tak konsisten dalam menjalankan tugas dan program kerja yang telah disepakati. Ujung-ujungnya orang-orang seperti ini hanya akan menjadi benalu dalam organisasi tersebut. Memang sangat dibutuhkan kesiapan mental dan fisik bagi para mahasiswa yang ingin berkecimpung dalam organisasi, karena akan sangat menguras pikiran dan tenaga serta menuntut kepintaran mahasiswa dalam memanajemen waktu dan diri sendiri. Seiring berjalannya waktu, mahasiswa pun dapat mempelajari sesuatu yang tak mereka dapat di bangku kuliah atau buku manapun, karena pengalaman berorganisasi mengajarkan mereka berbagai permasalahan. Dan permasalahan-permasalahan itulah yang akan menyebabkan mereka menjadi dewasa.[bell]


0 comments:

Posting Komentar

 

My Tweeeeet