22.51. Satu lagi perjalanan panjang yang
melelahkan terlewati. Sekitar dua jam sebelumnya aku masih berada di Kota
Semarang, kota dimana segala rutinitas dan kehidupan muda bercampur. Setelah
melewati dua jam penuh debu jalanan dan diterpa angin malam, aku tiba di Jepara,
kota yang 180⁰ berbeda dengan
Semarang.
Keduanya tetap memiliki kesamaan. Sama-sama
kota pesisir. Sama-sama terletak di Jawa Tengah. Sama-sama mau menerimaku.
Kultur dan bahasa tak terpaut jauh. Namun dihatiku mereka berada pada dua
tempat yang bertolak belakang.
Aku sendiri saja duduk di sofa ruang tamu.
Barang-barangku masih tergeletak didepan pintu kamar. Aku enggan menyentuh
kenopnya. Antara tak ingin membangunkan kawan sekamarku, dan memang tak ingin
masuk kamar.
Suasananya aku suka. Aku hanya sendiri,
duduk di ruang tamu yang gelap. Menentramkan sekali. Saat-saat yang jarang aku
dapatkan disini.
Lalu aku kembali berpikir. Ah nikmatnya,
bebas intervensi. Cuma ada gelap, aku, dan kegelisahanku.
Kelelahan malam ini belum saatnya diakhiri.
Pekerjaan masih menanti meski mataku telah mengaduh. Tapi kafein yang aku
tenggak beberapa saat sebelum ini cukup membantu.
Benar
kafeinkah yang membuat degup jantungku lebih cepat, serasa gelisah. Tidak juga.
Ada yang lain.
Kesedihan, mungkin. Aku sedih untuk alasan yang
sulit kumengerti. Semacam jet lag?
Aku tertawa. Hanya terpaut dua jam perjalanan darat, hampir tak ada perbedaan
waktu, dan aku mengalami jet lag?
Konyol.
Aku sendiri belum pernah terbang. Tapi
semacam perasaan tak enak akibat perjalanan jauh dalam waktu yang singkat,
seperti naik jet, mungkin saat ini sedang kurasakan.
Olala. Bukan, bukan karena jarak ternyata.
Namun “ruang” yang hanya aku yang tahu. Hampir setiap minggunya aku menempuh “ruang”
yang sangat luas dalam waktu singkat untuk menyeberangi dua dunia. Dua dunia
yang bertolakbelakang.
Iya,
rasanya mungkin seperti terhempas dalam suatu pesawat jet yang melaju dengan
kecepatan mendekati kecepatan cahaya, kecepatan yang tak mudah diterima
tubuhmu, memaksanya berpindah tempat tanpa meminta izin.
Dua duniaku. Dua keluargaku. Keluarga
sebaya yang bertolak belakang. Yang hampir setiap minggu membuat aku “mabuk
pascaterbang”.
Suatu waktu kamu mungkin mendapatiku sedang
duduk bersila dalam suatu forum, tertawa dan dengan terbata menyampaikan apa
yang ada dipikiranku. Perhatikanlah orang-orang di sekelilingku, perhatikan
baik-baik wajah mereka, rasakan atmosfer yang tercipta.
Tiga jam kemudian aku telah berpindah
tempat, berpindah dunia. Kau tak percaya? Coba perhatikan orang-orang di
sekelilingku kini, perhatikan baik-baik wajah mereka. Lalu katakan padaku
atmosfer seperti apa yang kau rasakan.
Aku tak bisa hanya membawa ragaku kemari.
Aku perlu jiwa dan segenap pikiranku turut serta. Olala, keduanya mengalami jet lag.
0 comments:
Posting Komentar