Jatuh Cinta Pada Senior


Canda tawa tak bisa lepas dalam acara makan malam kami di sebuah warung seafood kaki lima di tepi Jalan Sungai Raya Dalam, Pontianak. Topik pembicaraan (sebetulnya lebih tepat jika disebut obyek) malam ini adalah salah seorang dari kami yang sedang jatuh cinta dengan senior kami.
Apa yang salah dengan jatuh cinta pada senior? Tentu tak ada. Jatuh cinta tak pernah salah, begitulah pepatah yang pernah kudengar. Baiklah kita ganti pertanyaannya. Kenapa perihal jatuh cinta itu selalu hangat menjadi topik pembicaraan (dan bahan tertawaan)?
Ternyata karena kawan-kawannya (termasuk aku, barangkali) beranggapan bahwa ini adalah sebuah kasus jatuh cinta yang tak biasa. Tapi mungkin ini adalah justifikasi sepihak yang tak adil secara gender.
Cinta itu terpaut usia 4 tahun. Kawanku berusia 22 tahun dan sang senior berusia 26 tahun. Umur yang terpaut tersebut nampak wajar dan ideal bagi sebuah pasangan. Tapi dalam kasus ini, seorang perjaka 22 tahun telah jatuh cinta pada seniornya yang cantik berusia 26 tahun. Sebetulnya tak terlalu jadi masalah, bukan? Nabi Muhammad berusia 25 tahun ketika beliau menikah dengan Khadijah yang berusia 40 tahun. Pun Shakira dan Pique kini bahagia meski usia mereka terpaut sepuluh tahun.
Tapi stigma adalah stigma. Pandangan bahwa perbedaan usia yang terlalu mencolok itu masalah masih melekat di sebagian besar masyarakat Indonesia.
Itu baru satu sub persoalan dalam persoalan jatuh cintanya kawanku pada senior.
Persoalan kedua - yang ini juga terdengar agak jahat sebenarnya - adalah sebagian dari kami menganggap, perbedaan mereka itu bagaikan bumi dan langit. Tentu saja kawanku itu yang jadi buminya, dan sang senior cantik yang jadi langitnya. Jauh sekali dan hampir tak pernah bertemu di satu titik. Miris juga mengatakannya namun itulah kenyataan. Pun kawanku itu juga menyadari sepenuh hati. Ia cukup tahu diri dengan tak berharap banyak. Malah ia berdoa agar si kakak cantik lekas menikah saja agar tak mengusik pikirannya terus.
Itu dia, ia ingin perempuan yang ditaksirnya itu segera menikah dan itulah yang akan segera terjadi. Gosip tak dapat dibendung dan dari mulut ke mulut informasi itu berpindah. Kawankupun tahu bahwa - menurut kabar burung - sang senior itu akan segera menikah dengan seorang lelaki yang bekerja di sebuah perusahaan internasional.
Kami semua (kecuali dia, tentu saja) masing-masing menyampaikan imajinasi kami tentang bagaimana kawanku itu akan bersikap pada hari pernikahan sang pujaan hatinya. Apakah ia akan mendadak muncul di tengah akad dan berteriak, "hentikan!" atau menyalami sang mempelai wanita sambil mengungkapkan perasaan yang sebelumnya tak pernah ia ungkapkan?
"Gimana kalo kamu ngungkapin perasaan kamu waktu nyalami terus ternyata dia juga nyesal gara-gara dulu dia juga punya perasaan yang sama kayak kamu?" salah seorang dari kami melontarkan pertanyaan itu. Kami mempraktikkannya dan tertawa-tawa karenanya. Otak-otak sinetron kami bekerja dengan sangat baik.
Aku membayangkan, sepuluh tahun lagi kami akan terkenang akan cinta masa muda kami yang terdengar sangat tak masuk akal dan mungkin kami tak akan percaya bahwa kami pernah mengalaminya.
Bisakah kamu membayangkan berada dalam posisi kawanku itu? Atau, kamu pernah mengalami yang lebih buruk?



3 comments:

 

My Tweeeeet