Harum tembakau bercampur
cengkeh menyambutku begitu membuka pintu utama museum House of Sampoerna. Dua
perempuan ramah yang berjaga di dekat pintu mengucapkan selamat datang.
Alih-alih menyodorkan tiket masuk yang harus kami bayar, petugas tersebut
meminta kartu identitas kami untuk dicek.
Awalnya aku tak tahu mengapa identitas kami harus diperiksa.
Apakah Sampoerna begitu protektifnya karena takut resep kreteknya akan dicuri?
Atau karena isu terorisme yang makin hari makin santer? Namun belakangan aku
tahu, karena melihat dua orang pengunjung yang tak diizinkan masuk. Ternyata
hanya yang telah berusia 18 tahun keatas saja yang boleh memasuki House of
Sampoerna.
Dibangun pada 1862 dengan gaya arsitektur Belanda, bangunan
House of Sampoerna ini pada awalnya adalah panti asuhan yang dikelola oleh
Pemerintah Belanda. Pada 1932, Liem Seeng Tee – pendiri Sampoerna – membelinya
dan menjadikannya pabrik rokok Sampoerna yang pertama.
Sampai saat ini, kompleks tersebut masih beroperasi sebagai
pabrik yang memproduksi Dji Sam Soe. Pada 2003, dalam rangka memperingati ulang
tahunnya yang ke 90, Sampoerna memugar kompleks utama dan mulai membukanya
untuk masyarakat umum.
Bangunan yang menjadi museum dan toko cindera mata saat ini
merupakan auditorium sentral. Sayap timurnya dibuat kafe dan galeri seni,
sedangkan sayap kanannya hingga saat ini menjadi kediaman resmi keluarga
Sampoerna.
Karena museum ini buka dari pukul 09.00 pagi hingga pukul
10.00 malam, aku memilih untuk mengunjunginya pada malam hari demi menghindari
terik matahari Surabaya yang sangat menyengat. House of Sampoerna (HoS)
terletak di kawasan kota tua di Surabaya, tak jauh dari Jembatan Merah. Suasana
malam di kawasan itu bebas macet, bebas panas, dan begitu klasik. Begitu
memasuki kompleks Sampoerna, hingga menuju ke bangunan museum kita dapat
melihat mural yang berkisah tentang para pekerja kretek.
Tur Gratis dengan
Surabaya Heritage Track
Hanya saja, jika kita pergi kesana pada malam hari, kita tak
punya kesempatan untuk mengikuti tour dengan menumpang bis Surabaya Heritage
Track. Tour gratis yang tersedia tiap hari kecuali hari Senin ini terdiri dari
dua jenis.
Yang pertama, weekdays tour, terselenggara tiap hari Selasa
hingga Kamis. Jadwal pukul 09.00-10.00 (Surabaya The Heroes City) akan membawa
kita dari HoS menuju Tugu Pahlawan dan PTPN XI. Pukul 13.00-14.00 akan ada tur
kedua (Surabaya The Trading City) yang akan membawa kita menuju Klenteng Hok
Ang Kiong dan Bank Escompto. Bila menginginkan tur yang lebih lama, kita bisa
memilih tur Surabaya during the Dutch Colonialism pada pukul 15.00-16.30.
Dengan mengikuti tur itu kita akan diajak melihat Kantor Pos Kebonrojo, Gereja
Kepanjen, dan bekas Bank de Javasche.
Sedangkan yang kedua, weekend tour, dapat kita ikuti pada
Jumat hingga Minggu. Exploring Surabaya yang akan mengajak kita menuju Balai
Pemuda, Alun-alun kota, dan bekas Bank de Javasche dimulai pukul 09.00 hingga
10.30. Tur kedua, Surabaya The Heroes City, dimulai pukul 13.00-14.30.
Tujuannya adalah Tugu Pahlawan, GNI, dan PTPN XI. Dan yang terakhir adalah
Babad Surabaya pada pukul 15.00-16.30 yang akan membawa kita menuju Kampung
Kraton, Alun-alun kota, dan Cak Durasim.
Dari Sepeda Onthel
hingga Labu Erlenmeyer
Kembali ke dalam gedung museum. Segalanya tampak bersih dan
mengkilat. Jelas sekali bahwa museum ini sangat terawat. Mengesankan karena
kita tak ditarik kontribusi ketika memasukinya, bahkan untuk parkir sekalipun.
Ruangan pertama yang kita masuki merupakan ruang dimana dipamerkan
benda-benda yang berkaitan dengan perjalanan Liem Seeng Tee, seorang imigran
asal Cina yang memulai usahanya dengan membuat dan menjual rokok kretek rumahan
pada 1913. Usahanya tersebut menjadi cikal bakal berdirinya PT HM Sampoerna, salah
satu perusahaan penghasil kretek terbesar di Indonesia.
Salah satunya adalah sepeda tua yang dulu digunakan oleh
Liem muda untuk berwira-wiri bekerja. Sepeda itu masih terawat hingga kini dan
terpajang di salah satu sudut ruangan.
Ruangan kedua memperlihatkan pada kita foto-foto keluarga
dan direksi HM Sampoerna dari masa ke masa. Tapi tak hanya itu, kita juga akan
melihat foto-foto lain yang berkaitan dengan kretek. Salah satu yang menarik
perhatianku adalah foto Sri Sultan Hamengku Buwono X dengan Kretek Keraton
terselip diantara jari tengah dan telunjuknya.
Di ruang ini terdapat pula berbagai kotak korek api dari
berbagai negara dan berbagai jenis pemantik.
Ruangan ketiga adalah ruang pamer terakhir dan yang paling
besar. Ruang ini lebih banyak berisi alat-alat pembuatan rokok kretek.
Peralatan laboratorium seperti gelas ukur dan pressure drop gauge (untuk
mengukur beratnya hisapan rokok) pun turut dipajang.
Selain itu, terpajang satu set perlengkapan marching band
milik Sampoerna di salah satu sudut ruangan. Kita juga akan melihat contoh
produk Sampoerna yang dipasarkan di berbagai negara di belahan dunia.
Buah Tangan dari HoS
Menuju ke lantai dua, berbagai pilihan cindera mata tersedia
untuk kita beli. Berbeda dengan lantai satu, di lantai dua ini kita tak
diperkenankan mengambil gambar tanpa izin dari petugas.
Mulai dari buku tentang kretek, pin, gantungan kunci khas
HoS, hingga kaos-kaos bernuansa Surabaya dijual.
Dari lantai dua kita juga dapat melihat ruang pelintingan
rokok melalui dinding kaca.
Pameran Seni
Selain museum dan bis heritage track, HoS juga menyediakan
kafe dan galeri seni yang buka dari pukul 9 pagi hingga pukul 10 malam pada
hari biasa. Pada Jumat dan Sabtu, kafe dan galeri seni buka sampai tengah
malam.
Setiap bulan, Galeri Seni menggelar serangkaian pameran
karya seniman Indonesia.
Ini adalah salah satu museum di Indonesia yang dikelola dengan sangat
baik dan memperlihatkan pada kita betapa pemiliknya adalah seorang yang sangat
menghargai sejarah dan seni. Tak heran bila museum ini mendapat penghargaan
dari TripAdvisor sebagai Traveller’s Choice pada tahun 2013.
Benda-benda dalam HoS akan menjadi bukti bahwa Indonesia
pernah memiliki salah satu kekayaan budaya yang mendunia. Tradisi dan budaya
kretek yang kini mulai terkikis oleh berbagai isu, entah akan sampai kapan
terwariskan dan tetap dilestarikan.
Meski kini 90% lebih saham Sampoerna dimiliki oleh PT Philip
Morris Indonesia – afiliasi Philip Morris Internasional di Indonesia – namun
Sampoerna tetap menjadi salah satu harta berharga yang pernah dimiliki Bangsa
Indonesia, karena cita rasa dan aroma kreteknya akan selalu menjadi milik
Indonesia. []
0 comments:
Posting Komentar