Selamat ulang tahun!
Sebelum berpanjang lebar, biar kujelaskan terlebih dahulu. Aku tak berniat
menjadikan tulisan ini sebagai kado untuk ulangtahunmu yang ke 25. Aku hanya
ingin membayar hutangku. Ya, aku memiliki hutang padamu. Entah kamu ingat atau
tidak, tapi aku masih mengingatnya. Kadang di malam yang sepi dan gelap dan aku
menyadari bahwa waktuku di dunia ini semakin pendek, aku mencoba mengingat
kepada siapa saja aku memiliki hutang dan janji. Aku ingin melunasi semuanya
sesegera mungkin. Agar aku bisa pergi dengan tenang.
Dulu, dulu sekali,
bertahun-tahun yang lalu, aku menjanjikan sebuah tulisan sebagai balasan atas
tulisan yang kau kirim padaku sebelumnya. Aku masih menyimpannya. Entah kalau
kamu. Tulisan itu masih tersimpan rapi di salah satu folder yang berisi semua
tulisan darimu. Kadang ketika sedang beberes file, aku menemukannya dan
membukanya. Kamu ingin tahu apa yang kurasakan ketika membaca tulisanmu
kembali? Sesak. Ah, tapi apa pula pedulimu. Itu cuma masa lalu, iya kan?
Apakah kamu peduli,
mengapa aku butuh waktu yang sangat lama untuk membalas tulisanmu itu? Kalau
kamu ingin, biar kuberitahu, kamu berhasil membuatku kehilangan kata-kata.
Itulah, mengapa aku tak kunjung membalas tulisanmu, mengapa aku sering terdiam
ketika bertemu denganmu, mengapa aku lebih suka berbasa-basi denganmu ketimbang
membicarakan sesuatu yang esensial. Tulisanmu hanya mampir lewat di otakku
sehingga tak bisa kuproses lebih lanjut. Ya, mereka hanya mampir lewat di
kepalaku, kemudian langsung turun menuju hati, masuk ke perasaan. Sayangnya,
hanya otak yang mampu memproses informasi. Perasaan tak bisa. Itu sebab,
kata-katamu tak bisa kuproses lebih lanjut. Hanya bisa kurasakan dan kusimpan
rapat-rapat.
Saat itu kamu ingin
sekali tahu apa yang kurasakan. Apakah aku merasakan hal yang sama seperti yang
kamu rasakan. Apakah aku melihat hal yang kamu lihat. Apakah aku mendengar lagu
yang kamu dengar. Aku selalu membalas dengan senyum. Hanya senyum dan basa-basi
njlimet yang tak menjawab
pertanyaanmu. Sampai perlahan semua itu berlalu ditiup angin.
Tapi dibalik diamku
yang mengabaikanmu, ada peti yang kukunci rapat-rapat. Kuncinya sudah kubuang
ke Laut Selatan. Ingin juga kubuang sekalian petinya waktu itu, tapi terlalu
berat. Dan semakin lama semakin berkarat gembok yang menguncinya, semakin ia
rapuh hingga akhirnya terbuka dengan sendirinya. Kuberitahu, peti itu berisi
semua tentangmu.
Ada mawar putih dalam
pot yang kamu pernah berikan padaku, tapi dengan bodohnya aku tinggalkan di kos
lamaku dan kubiarkan ia dirawat tangan ibu kos. Ada dialog obrolan kita yang
mengomentari rapat redaksi. Ada seutas doa yang kupanjatkan untuk keberhasilan
sidang tugas akhirmu. Ada airmata yang kujatuhkan ketika acara sertijab.
Tentang gejala Scyzophrenia yang kau takutkan. Masih banyak lagi. Ketika aku
melihat kembali kenangan-kenangan itu, ada rasa manis yang memilukan.
Ketika hari berlalu
dan kita semakin tua, mungkin di saat itu kita bisa menjadi lebih jujur, lebih
terbuka tentang isi hati masing-masing. Tapi ketika kesempatan itu datang,
semua sudah terlambat. Kita terlanjur berlayar pada kapal yang berbeda, menuju
dua anak sungai yang berbeda. Tapi melihatmu kini menjalani kehidupan yang
dinamis dengan segala impianmu, aku tak menyesali semuanya sedikitpun. Apa yang
harus terjadi maka terjadilah. Apa yang tak terjadi maka memang seharusnya tak
terjadi. Sekali lagi, kuucapkan selamat ulang tahun, dan jangan lupa bahagia! J
manis sekali.......
BalasHapusTerima kasih dek Intan.. kemarin pelantikan kok ga keliatan? :)
Hapussemoga berhasil tuan putri
BalasHapus