Kepada Tuan 010490

Selamat ulang tahun! Sebelum berpanjang lebar, biar kujelaskan terlebih dahulu. Aku tak berniat menjadikan tulisan ini sebagai kado untuk ulangtahunmu yang ke 25. Aku hanya ingin membayar hutangku. Ya, aku memiliki hutang padamu. Entah kamu ingat atau tidak, tapi aku masih mengingatnya. Kadang di malam yang sepi dan gelap dan aku menyadari bahwa waktuku di dunia ini semakin pendek, aku mencoba mengingat kepada siapa saja aku memiliki hutang dan janji. Aku ingin melunasi semuanya sesegera mungkin. Agar aku bisa pergi dengan tenang.
Dulu, dulu sekali, bertahun-tahun yang lalu, aku menjanjikan sebuah tulisan sebagai balasan atas tulisan yang kau kirim padaku sebelumnya. Aku masih menyimpannya. Entah kalau kamu. Tulisan itu masih tersimpan rapi di salah satu folder yang berisi semua tulisan darimu. Kadang ketika sedang beberes file, aku menemukannya dan membukanya. Kamu ingin tahu apa yang kurasakan ketika membaca tulisanmu kembali? Sesak. Ah, tapi apa pula pedulimu. Itu cuma masa lalu, iya kan?
Apakah kamu peduli, mengapa aku butuh waktu yang sangat lama untuk membalas tulisanmu itu? Kalau kamu ingin, biar kuberitahu, kamu berhasil membuatku kehilangan kata-kata. Itulah, mengapa aku tak kunjung membalas tulisanmu, mengapa aku sering terdiam ketika bertemu denganmu, mengapa aku lebih suka berbasa-basi denganmu ketimbang membicarakan sesuatu yang esensial. Tulisanmu hanya mampir lewat di otakku sehingga tak bisa kuproses lebih lanjut. Ya, mereka hanya mampir lewat di kepalaku, kemudian langsung turun menuju hati, masuk ke perasaan. Sayangnya, hanya otak yang mampu memproses informasi. Perasaan tak bisa. Itu sebab, kata-katamu tak bisa kuproses lebih lanjut. Hanya bisa kurasakan dan kusimpan rapat-rapat.
Saat itu kamu ingin sekali tahu apa yang kurasakan. Apakah aku merasakan hal yang sama seperti yang kamu rasakan. Apakah aku melihat hal yang kamu lihat. Apakah aku mendengar lagu yang kamu dengar. Aku selalu membalas dengan senyum. Hanya senyum dan basa-basi njlimet yang tak menjawab pertanyaanmu. Sampai perlahan semua itu berlalu ditiup angin.
Tapi dibalik diamku yang mengabaikanmu, ada peti yang kukunci rapat-rapat. Kuncinya sudah kubuang ke Laut Selatan. Ingin juga kubuang sekalian petinya waktu itu, tapi terlalu berat. Dan semakin lama semakin berkarat gembok yang menguncinya, semakin ia rapuh hingga akhirnya terbuka dengan sendirinya. Kuberitahu, peti itu berisi semua tentangmu.
Ada mawar putih dalam pot yang kamu pernah berikan padaku, tapi dengan bodohnya aku tinggalkan di kos lamaku dan kubiarkan ia dirawat tangan ibu kos. Ada dialog obrolan kita yang mengomentari rapat redaksi. Ada seutas doa yang kupanjatkan untuk keberhasilan sidang tugas akhirmu. Ada airmata yang kujatuhkan ketika acara sertijab. Tentang gejala Scyzophrenia yang kau takutkan. Masih banyak lagi. Ketika aku melihat kembali kenangan-kenangan itu, ada rasa manis yang memilukan.
Ketika hari berlalu dan kita semakin tua, mungkin di saat itu kita bisa menjadi lebih jujur, lebih terbuka tentang isi hati masing-masing. Tapi ketika kesempatan itu datang, semua sudah terlambat. Kita terlanjur berlayar pada kapal yang berbeda, menuju dua anak sungai yang berbeda. Tapi melihatmu kini menjalani kehidupan yang dinamis dengan segala impianmu, aku tak menyesali semuanya sedikitpun. Apa yang harus terjadi maka terjadilah. Apa yang tak terjadi maka memang seharusnya tak terjadi. Sekali lagi, kuucapkan selamat ulang tahun, dan jangan lupa bahagia! J



3 comments:

 

My Tweeeeet