"Masihkah, terbersit asa, anak cucuku mencumbui pasirnya.
Disana, nyalimu teruji, oleh ganas cengkeraman hutan rimba.." -Mahameru, Dewa 19-
Setiap pendaki pasti ingin menaklukkan puncak yang satu ini. Ya, Puncak Mahameru, puncak tertinggi di Pulau Jawa. Telah lama saya ingin turut mendaki Semeru, namun baru tahun ini keinginan saya terwujud. Pada Agustus lalu, H+3 Hari Raya Idul Fitri 1433 H. Dengan izin dan restu orang tua, saya dengan 3 orang kawan berangkat menuju Kota Apel Malang.
Rabu, 22 Agustus 2012, Menuju Ranu Pane
Kami memulai perjalanan pada Rabu malam tanggal 22 Agustus, atau H+3 Lebaran pukul 20.00. Sebelumnya dari Banyumanik kami menuju Terminal Bis Terboyo dengan bis kota, ongkosnya tiga ribu rupiah. Sesampainya di pertigaan Terboyo, langsung saja kami disambut oleh kernet-kernet bis yang menawarkan bis jurusan Surabaya. Kami menaiki salah satunya, yaitu bis Sinar Mandiri. Setelah menunggu bis terisi penuh, kira-kira satu setengah jam, akhirnya sopir menginjak pedal gasnya. Tarif Semarang-Surabaya yang berlaku saat itu adalah tarif lebaran, yaitu 48 ribu rupiah. Biasanya untuk bis ekonomi jurusan Semarang-Surabaya hanya sekitar 40 ribu.
Perjalanan ini menempuh hampir 6 jam dari pukul 20.30 hingga pukul 2.15 pagi untuk mencapai terminal Bungurasih di Surabaya. Sepanjang perjalanan, kami mendapat kawan berbincang, seorang TNI yang juga akan menuju Malang. Ia melihat ke arah carrier kami dan bertanya hendak naik kemana kami ini. Kami menjawab Semeru, dan ia bercerita panjang lebar tentang pengalamannya naik gunung. Saya cukup mengantuk untuk menanggapi dan akhirnya tertidur.
Sesampainya di Terminal Bungurasih, kami mendapat kesempatan beristirahat di terminal hingga pukul 3.00 pagi untuk mendapatkan bis selanjutnya ke arah Kota Malang. Bis yang kami tumpangi kali ini bernama ZENA, dipatok 12 ribu rupiah untuk menuju Terminal Arjosari, Malang (Harga tersebut juga merupakan harga lebaran).
Tiba di Terminal Arjosari sekitar pukul 4.45 WIB, kami bersih diri dan sholat subuh sebelum melanjutkan ke tujuan berikutnya, yaitu Pasar Tumpang. Setelah bertanya kesana kemari, kami tahu bahwa angkutan umum yang harus kami pilih untuk menuju kesana adalah angkutan umum berwarna putih. Tak sulit menemukannya. Angkutan tersebut biasa menunggu di bagian belakang terminal. Kami pun menaiki salah satunya setelah memastikan angkutan tersebut menuju ke Pasar Tumpang.
Perjalanan dari Terminal Arjosari menuju Pasar Tumpang memakan waktu kurang lebih satu jam. Hawa dingin Malang mengiringi perjalanan kami. Beberapa ibu yang hendak menuju pasar turut dalam angkutan yang kami naiki. Setelah sampai dan membayar 6 ribu rupiah per orang, kami turun. Saat itu pukul 7 pagi, berarti kami tiba sesuai target. Kami menargetkan tiba di Pasar Tumpang kurang lebih pukul 7 agar dapat menumpang truk sayur yang akan naik ke Ranu Pane. Dengan menumpang truk sayur yang akan menuju keatas kami akan mendapatkan tarif yang lebih murah dibanding naik jip. Namun setelah mencari kesana kemari dan bertanya, ternyata tak ditemukan truk sayur yang hendak menuju keatas.
Menuruti rekomendasi dari orang-orang pasar, kami menuju rumah Pak Ruseno. Beliau adalah pemilik truk yang biasa mengantar para pendaki ke Ranu Pane. Kami disambut hangat oleh Pak Ruseno. Beliau berkata telah ada dua pendaki dari Surabaya yang juga akan naik bersama kami, dan ia masih menunggu rombongan lain dari Surabaya yang juga akan naik. Sembari menunggu, kami memutuskan untuk mencari sarapan serta berbelanja melengkapi logistik. Soto seharga 6 ribu di belakang pasar menghilangkan rasa lapar kami. Setelah sarapan, kami berbelanja, antara lain membeli teh, telur, ketupat, dan gula.
Usai berbelanja kami kembali ke rumah Pak Ruseno dan ditanyai apakah kami telah memiliki materei 6 ribu. Untuk apa materei? Pikir Kami. Ternyata, persyaratan administrasi untuk mendaki Semeru juga membutuhkan materei. Setahu kami hanya dibutuhkan surat keterangan sehat dan fotokopi KTP. Salah satu dari kami pun pergi ke toko alat tulis yang berada di pasar, mendapatkan materei 3 ribu sebanyak 2 lembar.
Di rumah Pak Ruseno kami disuguhi teh manis dan kue-kue lebaran. Kami juga berkenalan dengan dua pendaki asal Surabaya yang hendak ke Semeru. Ternyata mereka ini sudah sangat berpengalaman mendaki Semeru. Lelah bercakap, kami tertidur. Pukul 10.00 kami dibangunkan Pak Ruseno yang mengatakan bahwa rombongan dari Surabaya yang dinanti-nanti ternyata baru akan tiba pada sore hari. Pak Ruseno menanyakan apakah kami keberatan apabila ia menaikkan ongkos menjadi 35 ribu per orang, karena yang akan diangkutnya hanya 6 orang. Seharusnya kami bisa mendapat harga lebih murah. Kami tak keberatan daripada harus menunggu lebih lama atau mencari tumpangan lain. 35 ribu adalah harga standar tumpangan jip yang menuju ke Ranu Pane. Apalagi dengan hanya diisi 6 orang, truk tak terlalu penuh sehingga cukup nyaman dinaiki.
Pemandangan menuju Ranu Pane |
Perjalanan dari Pasar Tumpang ke Ranu Pane membutuhkan waktu kurang lebih 2 jam. Sepanjang perjalanan kami disuguhi dengan pemandangan-pemandangan indah mulai dari Gubug Klakah. Desa dengan ladang-ladang sayurannya, titik-titik kecil petani yang bekerja dengan giat, bukit-bukit hijau yang diterpa sinar matahari, ditambah birunya langit. Kami juga melewati pemandangan lautan pasir Bromo yang menawan. Suguhan tersebut rasanya sebanding dengan perjuangan kami terombang-ambing di bak truk karena jalan menuju Ranu Pane yang menanjak dan sangat sulit.
Lautan Pasir Bromo yang kami lewati |
bersambung ke Catatan Perjalanan: Semeru (Part II)
0 comments:
Posting Komentar