Jumat, 24 Agustus 2012, Dari Tanjakan Cinta hingga Padang Edelweis
Mengapa tanjakan cinta? Ya,
memang unik namanya. Seorang kawan bercerita mengenai tanjakan tersebut.
Menurut cerita yang beredar, bila kita bisa melewati tanjakan tersebut tanpa
menoleh ke belakang sebelum tiba diatas, kita akan bisa mendapatkan cinta dari
orang yang kita cintai. Dan untuk yang sudah memiliki pasangan, katanya akan
langgeng. Kami tertawa saja mendengar cerita tersebut. Dibilang percaya juga
tidak, dibilang meremehkan pun tidak. Tapi memang mitos tersebut agak lucu.
Ranu Kumbolo dipandang dari atas Tanjakan Cinta |
Ternyata memang berat untuk
mendaki tanjakan cinta tanpa menoleh ke belakang. Namun semua dari kami
berempat berhasil melakukannya. Meski berhenti-berhenti, kami mampu menahan
diri untuk tak menoleh. Setelah tiba diatas, kami beristirahat di bawah pohon
dan memandang ke bawah. Subhanallah indahnya! Mungkin inilah filosofi dari
mitos tersebut. Memandang Ranu Kumbolo dari atas tanjakan cinta memang sangat
indah. Saya membayangkan bila di tengah tanjakan tadi saya menoleh, mungkin
setibanya diatas keindahan tersebut tak begitu mencengangkan. Namun dari atas
sini, semuanya tampak lebih indah. Itulah buah dari kesabaran dan kemampuan
menahan nafsu. Semua akan sangat indah pada waktunya.
Selanjutnya kami harus melewati
oro-oro ombo, yaitu semacam padang savanna yang sangat luas dan indah. Untuk
mencapai oro-oro ombo kami melewati jalan menurun hingga akhirnya bertemu
dengan ilalang-ilalang yang menguning.
di Oro-Oro Ombo |
Kami beristirahat di pos ketiga,
yaitu pos Cemoro Kandang, 2,5 km dari Ranu Kumbolo dengan trek yang cenderung landai.
Setelah dirasa cukup, kami melanjutkan perjalanan untuk menuju ke pos
selanjutnya, yaitu Pos Jambangan.
Trek selanjutnya menjadi tak
mudah bagi saya karena cukup menanjak. Namun dengan pelan-pelan akhirnya tiba
juga di Jambangan yang berjarak 3 km dari Cemoro Kandang. Sepanjang perjalanan
menuju Jambangan kami banyak beristirahat, bercakap dengan pendaki lain yang
akan naik maupun yang sedang turun. Suasananya sungguh menyenangkan.
Semburan asap dilihat dari Oro-Oro Ombo |
Kami tiba di Jambangan pada
tengah hari. Karena rasa lapar telah mendera, kami memutuskan untuk makan siang
dengan menu sederhana, yakni ketupat diberi saus bolognese dan ditambah snack.
Selesai makan siang kami
melanjutkan perjalanan. Pos selanjutnya yaitu Kalimati, dimana kami akan
mendirikan camp lagi. Jarak Jambangan menuju Kalimati kurang lebih 2 km dengan
trek yang cenderung menurun.
Kalimati adalah sebuah padang
edelweis yang luas. Saat kami tiba disana pukul 16.00, telah banyak berdiri
tenda dari pendaki lain, namun jumlahnya tak sebanyak saat di Ranu Kumbolo. Segera
kami mendirikan tenda, bersih diri sekenanya dan menyiapkan makan malam. Makan
malam kami saat itu lebih nikmat lagi. Berbagai bahan yang kami bawa sebagian
besar kami masak agar memperoleh tenaga yang cukup untuk perjalanan menuju
puncak. Kami memasak beras, menggoreng kentang dan nugget, memasak ikan sarden,
dan menyeduh teh dan susu. Belum merasa cukup, kami memasak sup krim yang
diberi potongan kentang. Benar-benar makan malam yang mewah di gunung.
Kami diberi tahu oleh pendaki
lain untuk mempersiapkan diri sebelum tidur, karena pendakian menuju puncak
akan dilakukan pukul 00.00. Sebelum tidur kami pun menyiapkan sepatu, tas yang
akan dibawa naik, logistik berupa roti, air mineral, sedikit snack, baterei
untuk senter, dan sebagainya. Tak banyak yang akan kami bawa untuk ke puncak. Barang-barang
akan kami tinggalkan di tenda. Kami hanya membawa tas kecil dan satu tas besar
yang akan dibawa secara bergantian. Setelah packing kami pun bersiap tidur, menyetel alarm pukul 23.30 dan
memutar lagu Mahameru milik Dewa 19 berulang-ulang hingga tertidur.
Bersambung ke Catatan Perjalanan: Semeru (Part IV)
0 comments:
Posting Komentar