Permata itu Kini Telah Rusak

Pemilihan Umum Legislatif sedang dilangsungkan ketika aku bertolak dari kota kelahiranku menuju Pontianak. 9 April 2014. Begitu banyak yang ditinggalkan dan direlakan. Aku berserah pada nasib yang membawaku terbang kesini, kota khatulistiwa.
Pontianak menyambutku dengan terik mataharinya yang tegas, menegaskan bahwa inilah kota khatulistiwa itu. Kota yang unik, menurutku. Aku dihadapkan dengan tempat baru, orang-orang baru, budaya baru. Segalanya baru dan masih terasa asing bagiku. Tapi rasa asing itulah yang selalu kucari. 
Aku mendapat kamar kost di salah satu gang kecil di luar kota Pontianak. Gang Haji Syawal namanya, terletak di Jalan Adi Sucipto, Kabupaten Kubu Raya. Hanya diperlukan waktu sekitar 10 menit dengan kendaraan untuk mencapai Kota. Dari kostku menuju jalan raya, aku hanya perlu berjalan sekitar lima menit. Saat-saat dimana aku menyusuri gang itu yang hingga kini masih membuatku takjub. Betapa Indonesia itu kaya sekali akan etnis dan kebudayaan. Gang itu didominasi oleh warga keturunan Tionghoa dan sisanya adalah Melayu. 
Rutinitas pagi yang kulihat adalah orang-orang yang berduyun-duyun berjalan menuju sungai yang ada di ujung gang untuk mandi. Pemandangan para perempuan yang berjalan hanya dengan lilitan kain basahan sudah lumrah disana.Tak semua rumah memiliki kamar mandi. 
Sanitasi menjadi permasalahan yang mengakar di Kalimantan Barat. Entah masih dalam proses untuk perbaikan atau memang tak ada upaya penyelesaian. Masyarakat seolah sudah "nyaman" dengan sistem sanitasi yang buruk ini. Amat disayangkan mengingat Kalimantan Barat memiliki Sungai Kapuas yang merupakan sungai terpanjang di Indonesia dan masih banyak sungai-sungai lainnya.
Namun dengan segala keterbatasan itu, toh mereka tetap bertahan hidup dan menjalaninya dengan senyuman.
Ini adalah salah satu potret lain yang dihadapkan padaku, untuk kuamati, untuk kucermati, dan kuambil maknanya. Aku percaya tak ada satu kejadian pun yang terjadi tanpa ada makna dibaliknya. Sementara ini, aku masih menelusuri makna-makna itu. Mencarinya keping demi keping untuk kemudian kususun menjadi satu bentuk kolase yang utuh.
Oh iya, sampai kini, aku belum sempat melihat hutan selama berada di pulaunya "paru-paru dunia" ini. Tak berharap banyak, aku sudah banyak mendengar dan melihat foto tentang betapa parahnya kerusakan hutan yang hingga kini masih berlangsung.
Deforestasi, satu kata yang membuatku terbayang pada cukong-cukong rakus dan lahan-lahan yang kini terbuka, terbengkalai.
Aku masih berdoa, masih berharap, aku dapat melakukan sesuatu, sekecil apapun itu, untuk menyelamatkan meski hanya satu pohon.


3 comments:

 

My Tweeeeet