Mukena Cokelat

Ini entah yang keberapa kalinya. Yang kutahu, sudah berbanyak-banyak kali aku membasahi mukena ini selepas solat. Hanya mukena itu yang kutemukan untuk menghapus air mataku.
Entah, entah sudah berapa kali, selalu saja ada yang tak terbendung selepas aku menolehkan kepala ke kiri dan mengucap salam. Tanpa aku mau, tanpa aku rencanakan sebelumnya, dan tanpa aku mengerti kenapa, mataku seringkali membanjir.
Untungnya, hal itu tak terjadi di depan orang lain. Itu seringkali terjadi selepas aku melaksanakan solat sendiri, di salah satu sudut ruangan bersekat yang dijadikan tempat solat. Seolah, Tuhan membantuku menahan airmata di depan orang lain, dan mempersilakan aku untuk menangis sepuasnya saat aku duduk bersimpuh di hadapanNya. Mungkin Tuhan ingin menjaga citraku di hadapan manusia lain.
Tapi mukena cokelat itu menjadi korbannya. Ia selalu basah oleh air asin dan lengket yang keluar dari mataku. Setelah kucuci pun ia akan kembali menampung tetesan airmata.
 Tapi, sesering apapun ia basah oleh airmata, dengan lekasnya ia kering, sehingga ketika aku menggunakannya kembali, aku tak menemukan sisa-sisa airmata. Ia juga tetap wangi, tak berbau asin atau apak meski terlampau sering basah oleh airmata.
Sampai mataku lelah karena sering menangis, ia tak lelah menjadi lap yang menghapus airmataku, mengusap pipiku sampai tak ada bekas airmata ketika aku kembali berhadapan dengan orang lain. Ia seolah menggantikan tanganmu yang dengan lembutnya menghapus airmataku dan mengusap pipiku ketika aku menangis.
Adakah doa yang kau selipkan ketika memberikan mukena itu padaku beberapa bulan yang lalu? Mungkin, kau membisikinya sesuatu, semisal untuk menggantikan tugasmu ketika kamu jauh. Bila iya, sepertinya mukena itu melakukan tugasnya dengan baik. []

0 comments:

Posting Komentar

 

My Tweeeeet