31 Januari 2011. Tak terasa 1 semester sudah berhasil kulewati meski dengan agak “terengah-engah”. Tak kusangka juga, aku bisa melewatinya. Teringat saat awal-awal memasuki kampus “tercinta”ku ini, begitu berat dan kesuraman selalu membayang. Berapa kalipun aku mencoba menghibur diri, mendoktrin diri sendiri bahwa segalanya akan baik-baik saja dan aku akan bisa melewatinya, tetap tak membuat semangatku membuncah. Berbagai pikiran positif yang aku cari-cari, juga tak berhasil menutupi kegalauanku. Hanya sebentar aku bersemangat, dengan cepat sudah ngeper lagi. Hanya dengan mengingat kedua orangtuaku, aku menjadi bersemangat untuk mencoba ikhlas kembali, meski hanya sebentar.
Sering aku merasa bahwa aku salah langkah, dan berharap aku bisa kembali ke masa lalu untuk memperbaiki kesalahanku. Namun tak mungkin, bukan? Ibarat bermain catur, kita tak bisa meng “undo” langkah yang telah kita pilih. Hal ini juga yang selalu membuatku berkata lirih pada diri sendiri, “ya sudah. Yang sudah ya sudah. Sekarang dijalani saja dan tatap masa depan.”
Pada saat awal-awal menjalani kehidupan di kampus ini, benar-benar berat kurasakan. Mungkin banyak yang bilang itu hanya perasaanku saja, atau aku melebih-lebihkan. Terserah, pikirku. Namun aku tak pernah merasa se”nelangsa” itu sebelumnya. Benar-benar cobaan yang berat bagiku kala itu.
Tapi Tuhan Maha Adil. Ia munculkan terang sehabis gelap. Perlahan tapi pasti, aku mulai bisa merasa ikhlas dan merelakan semua yang kuingini. Apalagi saat ada seorang kawan yang berkata, “terkadang, saat kita menginginkan A, kita hanya memikirkan A, dan mengabaikan B, C, D, dan lain-lainnya. Bukankah amat sayang?” Dalam hati aku mengiyakan ucapan itu. Dan saat itu aku merasa tak perlu menyesali masa lalu. Meski tak dapat kupungkiri, terkadang aku sangat merindukannya. Merindukan masa lalu. Dimana ada kawan-kawan yang sudah kuanggap seperti saudara sendiri, “hutan imut” yang membuat kampus terasa sejuk, lampu-lampu bergaya klasik yang setia menerangi jalanan malam Bulaksumur, bahkan aku juga merindukan sapaan penjual nasi goreng di Jalan Swakarya saat aku pulang petang.
Dan hari ini, dalam perjalanan menuju kampus untuk melaksanakan ujian akhir semester hari pertama, tanpa kusengaja aku membayangkan diriku sedang bergabung dengan kawan-kawan disana mengikuti forest camp — sebuah frasa yang terdiri dari dua hal yang amat kusuka, forest dan camp, fantastis. Ya, hari pertama ujian ku, merupakan hari pertama forest camp. Betapa tidak ngilu hatiku memikirkannya! Wondering if I was on the way to Wanagama…
Kembali ke kehidupan nyata. Dihadapanku disodorkan form soal ujian beserta lembar jawabannya. Untuk sejenak aku lupakan pepohonan jati nun jauh disana untuk berhadapan dengan Dasar Teknik Listrik I, mata kuliah yang diujikan saat itu. Hmm, tak apa, Hukum Ohm tak kalah asyiknya dengan PIK, pikirku mencoba menghibur hati.
0 comments:
Posting Komentar